Hati adalah kunci kebahagiaan, hati juga merupakan sosok yang paling bertanggung jawab terhadap setiap diri manusia. Kebahagiaan dan kesengsaraan sangatlah bergantung dengan hati. Ibarat seorang kepala sekolah, hati menentukan kemana arah perjuangan pendidikan di sekolahnya. Ibarat seorang kapten kapal, hati menentukan kemana arah berlabuhnya kapal. Ibarat udara bagi manusia dan air bagi ikan yang tanpanya sulit bagi manusia dan ikan untuk bertahan hidup. Tanpa hadirnya hati kekacauan akan menghantui.
Perlu kiranya kita ingat kembali 3 kualifikasi hati setiap manusia yang cukup masyhur. Kualifikasi tersebut dimulai dari hati yang didambakan setiap kita untuk selalu berada dalam kualifikasi tersebut, yakni hati yang sehat. Kemudian kualifikasi dibawahnya ialah hati yang sakit dan yang terakhir ialah kualifikasi hati yang mati dimana sudah seharusnya kita menghindarinya.
1. Hati yang sehat
Hati yang sehat adalah hati yang hidupnya jauh dari perkara-perkara yang menjauh dari keridhoan-Nya. Segala aktivitas dalam hidupnya merujuk kepada petunjuk dari Allah. Perintah dan larangan dari-Nya menjadi panduan dalam kehidupan orang yang berhati sehat.
Pilihan hidupnya berlandaskan kepada hukum atau syariat dari-Nya. Dikala ia membenci sesuatu maka bencinya tidak lain karena Allah. Dikala ia mencintai sesuatu maka cintanya tidak lain karena Allah. Dikala ia memberi maupun tidak memberi hal itu juga karena Allah. Setiap keputusan mengacu kepada ketentuan atau ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya.
2. Hati yang sakit
Hati yang sakit ialah hati yang berada diambang kepatuhan dengan kedurhakaan. Hati yang sakit ialah hati yang hidup tetapi butuh obat untuk menyembuhkannya dari “penyakit” yang menjangkit untuk masuk pada kualifikasi hati yang sehat. Hati yang sakit sangat rawan untuk jatuh ke lembah kedurhakaan tetapi masih ada harapan untuk kembali menuju ketaatan.
Pada satu kondisi, ketaatan hadir menyapa tetapi di satu kondisi lain kedurhakaan kembali menghampiri. Dalam hati tersebut masih ada rasa cinta dan ketaatan kepada Allah tetapi di sisi lain masih ada desakan syahwat yang menjauhkan dari ketaatan. Adalanya ia lebih dekat dengan keselamatan dan ada kalanya dekat kepada kehancuran.
3. Hati yang mati
Hati yang mati ialah hati yang tidak ada harapan “kehidupan” maupun keselamatan. Hati yang mati sudah masuk kepada level kehancuran. Sudah tidak ada lagi rasa cinta dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Nafsu syahwat atau kesenangan-kesenangan duniawi yang mengarahkan hidupnya. Semua dilakukannya tanpa memperhatikan akan amarah dan murka dari-Nya.
Segala keputusan dalam hidupnya bergantung kepada kesengan dan hawa nafsunya. Tidak ada pertimbangan sama sekali kepada ketentuan atau hukum-hukum syariat dari-Nya. Sehingga segala yang ia benci karena nafsu membencinya juga segala yang ia cintai sebab nafsu mencintainya. Berkumpul dan bergaul dengan orang-orang yang seperti ini akan membawa penyakit sehingga hati menjadi sakit. Mengikuti dan mendukung orang-orang tersebut, maka kebinasaan dan kesengsaraanlah yang akan didapat.
Setiap kita yang masih memiliki akal sehat dipastikan tidak ada yang mau mendapatkan kesengsaraan dan kehancuran. Karenanya sudah selayaknya kualifikasi harus selalu hidup pada level yang sehat. Segala aturan perintah dan larangan sudah selayaknya diperhatikan. Selalu berada pada lingkungan yang baik juga akan membantu mengkondisikan hati selalu berada pada leveil yang baik. Sebab jika salah jalan atau menyalahi aturan, hati akan terjangkit penyakit bahkan tidak sulit untuk masuk pada hati yang mati.
Semoga kita semua selalui diberi kemudahan untuk mengkondisikan hati selalu pada level yang sehat sehingga terhindar dari kesakitan dan kematian hati. Aamiin.