Abdul Wahab Hasbullah adalah salah satu tokoh ulama ulama yang berpengaruh besar dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. ia hidup pada abad ke-20 dimana pada saat itu sedang berkembangnya ide-ide pembaharuan yang di cetuskan oleh para cendekiawan muslim pada saat itu seperti: Jamalludin Al-Afghani (1865-1935), Muhammad Abduh (1849-1905), Rasyid Ridha (1865-1935), Muhammad Iqbal (1877-1938). Inti dari pemikiran pembaharuan itu menyatakan bahwa umat muslim pada saat itu sedang mengalami kemunduran akibat sikap taklid terhadap pemikiran abad pertengahan dan juga praktik umat islam yang jauh dari al-Quran dan Hadits.

Ide pembaharuan itu sampai ke Indonesia karena dibawa oleh pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Mekkah dan mempraktekannya setiba datang ke Indonesia. Contohnya seperti K.H Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Muhammadiyah, begitu pula dengan Abdullah Wahab Hasbullah yang menerapkan ide pembaharuan tersebut dan merintis lembaga pendidikan dan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Abdul Wahab Hasbullah di kenal sebagai salah satu tokoh yang sangat berjasa dan mempunyai nilai sejarah yang besar dalam patriotisme ulama pesantren terhadap bangsa. Hal itu terlihat dari perjuangannya memberantas penjajahan dengan cara mendirikan forum diskusi dan lembaga lembaga pendidikan untuk mencerdaskan bangsa Indonesia yang saat itu terkungkung kebodohan akibat penjajahan.

Demi menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada saat itu, Abdul Wahab Hasbullah melakukannya dengan hati yang ikhlas demi tercapainya perubahan besar dan kesadaran bagi masyarakat Indonesia. Tujuan dari pembaharuan tersebut adalah untuk melepas belenggu masyarakat Indonesia dari penjajahan pada saat itu, karena selain massa yang banyak dan kekuatan, akal pun di perlukan untuk menyusun rencana dan strategi. Inilah yang menjadi bukti Abdul Wahab Hasbullah menjadi motor penggerak pencerdasan bangsa.

Biografi Abdul Wahab Hasbullah

            Abdul Wahab Hasbullah lahir pada 31 Maret Tahun 1888 di Tambakberas Jombang Jawa Timur dan meninggal pada 19 Desember 1971. Ayahnya bernama Kiai Hasbullah. Abdul Wahab Hasbullah terkenaL lebih luwes dan kompromi dalam memandang berbagai persoalan. Abdul Wahab Hasbullah mempunyai empat saudara kandung, yaitu KH. Abdul Hamid, KH. Abdurrahim, Fatimah, dan Khadijah. Istri dari Abdul Wahab Hasbullah ada 13 orang. Pernikahan Abdul Wahab Hasbullah sesuai dengan ajaran Islam, karena ia tidak pernah mempunyai lebih dari empat istri dalam waktu yang bersamaan. Motif dari pernikahan Abdul Wahab Hasbullah adalah untuk menjalin persaudaraan dengan para kiai agar lebih dekat lagi dengan menjalin ikatan keluarga.

Pendidikan Abdul Wahab Hasbullah

            Masa pendidikannya mulai kecil hingga dewasa dengan belajar dari pesantren ke pesantren lain. Perjalanan pendidikannya dimulai dari pesantren keluarganya. Pada usia tujuh tahun, ia mendapat pendidikan dasar-dasar ilmu agama dari ayahnya sendiri, yang nantinya akan menjadi penerus ayahnya sebagai pengasuh pesantren Tambakberas. Pada usia Tiga Belas tahun, mulailah Abdul Wahab Hasbullah mengembara ke berbagai pesantren untuk mempelajari pengetahuan agama selama dua puluh tahun, ia menggali pengetahuan keagamaan secara intensif di beberapa pesantren. Di setiap pesantren tempat ia menimba ilmu, ia mengkaji teks-teks tertentu dan cabang-cabang pengetahuan islam lainnya.

            Ia menjadi anggota dalam kelompok musyawarah pada saat masih belajar di pesantren. Kelompok ini adalah sekelompok ustaz senior yang sudah mempunyai pengalaman mengajar dan telah belajar di pesantren antar 10-20 tahun, dan di didik oleh KH Hasyim Asy’ari untuk menjadi seorang kiai. Semua anggota kelompok tanpa terkecuali menjadi ulama besar di kemudian hari. Ulama yang menjadi teman Abdul Wahab Hasbullah di dalam kelompok musyawarah tersebut antara lain adalah KH Manaf Abdul Karim pendiri Pesantren Lirboyo Kediri, KH Abbas Buntet pemimpin Pesantren Buntet Cirebon, dan KH As’ad Syamsul Arifin pemimpin Pesantren Sukorejo Asembagus Situbondo Jawa Timur.

            Setelah belajar di pesantren Tebuireng, Abdul Wahab Hasbullah merantau ke Arab Saudi dan tinggal di Makkah selama lima tahun serta belajar kepada ulama terkenal yaitu KH Mahfudz At-Tarmisy dari Termas Pacitan, KH Mukhtarom dari Banyumas, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, Kiai Baqir Yogyakarta, Kiai Asy’ari Bawean, dan Syaikh Abdul Hamid Kudus. Ia juga mempunyai tipikal yang tidak membatasi diri. Di Makkah Abdul Wahab Hasbullah banyak bergaul dengan pelajar melayu dan Jawa. Disana ia aktif dalam politik karena selama di Makkah ia mendirikan Sarekat Islam cabang Makkah.

Memajukan Masyarakat Melalui Pendidikan

            Sepulangnya Abdul Wahab Hasbullah ke Indonesia pada tahun 1914, ia sangat prihatin terhadap pendidikan masyarakat di tanah airnya yang sangat tertinggal akibat penjajahan. Karena itu, ia mulai berusaha melakukan perubahan yang drastis dan mengembangkan sektor pendidikan. Abdul Wahab Hasbullah berusaha memajukan masyarakat dengan mendirikan forum kajian diskusi yang di beri nama Tashwirul Afkar di Surabaya. Forum ini sering membahas tentang permasalahan keagamaan, kemasyarakatan dan kebangsaan bagi berbagai kalangan dengan tujuan sebagai media belajar serta media dalam bertukar informasi, dan menambah wawasan pengetahuan yang lebih luas.

            Tashwirul Afkar yang didirikan Abdul Wahab Hasbullah menggunakan konsep bebas dalam berfikir Dan berpendapat dalam persoalan keagamaan pada masyarakat. Pada awalnya forum ini di ikuti oleh sedikit peserta, tetapi karena konsep bebas berpikir dan berpendapat fdalam membahas permasalahan keagamaan dalam masyarakat tersebut, dalam waktu singkat forum Tashwirul Afkar tersebut mempunyai anggota yang banyak dari kalangan pemuda. Banyak tokoh islam yang dari berbagai kalangan bertemu dalam forum untuk memperdebatkan dan memecahkan masalah pelik yang dianggap penting. Tashwirul Afkar juga menjadi tempat tokoh nasional saling bertukar informasi antara generasi tua dan generasi muda, karena rekrutmennya bersifat mementingkan progresif dalam berpikir dan bertindak, sehingga diskusi ini menjadi forum untuk pengkaderan anak muda pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.

            Selanjutnya Abdul Wahab Hasbullah mendirikan Nadhlatul Wathan, pada tahun 1916. Nadhlatul Wathan mempunyai program yaitu pendidikan formal berupa sekolah dan kursus praktis kepemimpinan, administrasi, dan organisasi. Madrasah Nadhlatul Wathan pada pertama berdiri diasuh oleh para ulama terkenal salah satunya yaitu K.H Mas Mansur. Gedung sekolah itu lama lama menjadi markas bagi para remaja untuk mencetak pemimpin muda. Menurut Umar Burhan, seorang tokoh yang suka mengumpulkan berkas-berkas NU, mengatakan bahwa tokoh tokoh besar seperti  H. O. S.Tjokroaminoto, Soendjata, dan R.Panji Suroso juga ikut terlibat dalam mendirikan Nadhlatul Wathan.

            Menjelang tahun 1919, Taswirul Afkar awalnya berupa forum diskusi lalu dikembangkan menjadi madrasah di Surabaya. Tujuan utamanya adalah menyediakan tempat bagi anak-anak untuk belajar dan mengkaji, lalu ditujukan untuk menjadi “sayap” untuk kepentingan kaum Islam Tradisionalis. Kader ulama disana relatif berhasil dibina.

Penulis : Oleh: Muhammad Dzaki Irvan Syauqi (Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Bandung)

Tinggalkan Balasan