Rasulullah Saw diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, menuntun umat manusia kejalan yang benar. Allah berikan kemuliaan yang luar biasa kepada Rasulullah, bahkan Allah menganugerahinya hak untuk memberikan syafa’at bagi umatnya di akhirat kelak. Begitu mulia Rasulullah, sampai-sampai dalam syahadat setelah kita mengimani tiada tuhan selain Allah, kita diperintahkan untuk mengimani bahwa Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah. Beliaulah manusia paling sempurna di muka bumi, pembawa berita dan penerang dari kegelapan.

Rasulullah nabi akhir zaman rahmat bagi seluruh alam, tidak peduli seperti apa rupa dan status sosial seorang manusia atau mungkin memiliki keterbatasan, selama manusia itu beriman kepada Allah dan juga mengimani dan mencintai Rasul-Nya, maka dia termasuk umatnya. Berbicara mengenai keterbatasan, teringat satu kisah sahabat nabi yang memiliki keterbatasan indera pengelihatan. Beliau adalah Abdullah bin Ummi Maktum r.a. Kisahnya sarat akan pelajaran, beliau mengajarkan kepada manusia bahwa dibalik keterbatasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, pasti ada kelebihan di baliknya. Dalam cacatan sejarah, beliau adalah seorang tunanetra pertama yang ikut berperang dengan Rasulullah.

Beliau juga dikenal sebagai muadzin, bahkan nama beliau diabadikan dalam sabda nabi tentang batasan puasa. Pada saat itu, Bilal bin Rabbah dan Abdullah Ummi Maktum adalah dua sahabat yang ditunjuk nabi sebagai muadzin. Setiap hari menjelang subuh, beliau dengan nalurinya berjalan keluar dari rumah untuk mengumandangkan adzan subuh. Sedangkan Bilal bin Rabbah biasa mengumandangkan adzan semalam untuk membangunkan kaum muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda “…… Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan…” hadis ini berkaitan dengan batasan waktu sahur pada bulan Ramadhan.

Banyak lagi keutamaan yang bisa dipetik dari kisah Abdullah bin Ummi Maktum. Beliau selalu bersyukur dengan keterbatasan yang diberikan Allah kepadanya. Dengan keterbatasannya, beliau menjadi salah satu sahabat nabi yang mulia. Beliau tidak pernah mengeluh, beliau sangat bersyukur matanya tidak bisa melihat, karena dengan keterbatasan itu, beliau bisa melihat dengan mata hatinya. Bagaimana mungkin seorang tunanetra memiliki semangat yang begitu besar untuk beribadah, kecuali kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi orang awam, seorang tunanetra yang ingin mengikuti peperangan dianggap tidak berguna dan sia-sia, hanya akan menjadi beban bagi pasukan. Tetapi karena kecintaannya kepada Islam, beliau rela mengikuti peperangan dengan Rasulullah dan membawa panji Islam. Beliau tercatat sebagai pahlawan tunanetra.

Allah Swt. tidak akan menciptakan sesuatu yang tidak berguna. Oleh karena itu, jangan pernah meremehkan orang yang memiliki keterbatasan. Seperti seorang tunanetra, jangan pernah beranggapan bahwa mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Kadang kala kita yang sempurna tidak bisa bersyukur dengan segala kesempurnaan yang Allah berikan. Berbanding terbalik dengan mereka, walapun diberi kekurangan, mereka selalu bisa bersyukur dengan keterbatasannya. Kita sebagai manusia yang diberikan Allah dengan segala kesempurnaan, bisa melihat dengan baik, bisa mendengar dengan baik harusnya malu dengan mereka.

Kami sempat melakukan kunjungan ke Sekolah khusus penyandang disabilitas tunanetra di daerah Cimahi beberapa waktu lalu. Kami melakukan pengujian terhadap alat berupa Talking Book Riyadhus Sholihin kepada teman-teman tunanetra. Alat ini merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memudahkan teman-teman tunanetra dalam mempelajari hadis. Alat ini berbentuk kitab dengan huruf braille, dilengkapi dengan pena berisi audio. Nantinya pena ini diarahkan kepada huruf braille yang ada, kemudian akan muncul suara yang membacakan hadis-hadis dalam kitab Riyadhus Sholihin dengan penjelasannya. Alat ini sedang dalam tahap perkembangan, sehingga butuh pengujian agar dapat melakukan inovasi yang lebih baik lagi.

Dari kunjungan tersebut kami merasa terharu sekaligus tertampar, bagaimana mungkin mereka yang diberikan keterbatasan seperti itu bisa memilki semangat belajar yang begitu tinggi. Sedangkan kami yang diberikan kesempurnaan, tidak memiliki kekurangan sedikitpun sering merasa malas, khususnya dalam mempelajari hadis. Saat kunjungan kemarin, terlihat ekspresi bahagia dari raut wajah mereka saat dikenalkan dengan alat ini. Mereka merasa bahwa alat ini sangat membantu mereka untuk mempelajari hadis. Sudah lama mereka ingin belajar tentang hadis Nabi, sehingga mereka sangat senang dan begitu bersemangat saat dikenalkan dengan alat ini.

Bukan hanya itu keistimewaan yang saya lihat dari mereka. Ditengah keterbatasan yang mereka miliki, ada beberapa anak yang sudah menghafal Al-Quran. Saya merasakan tamparan keras saat itu. Memalukan. Miris. Selama ini sudah menyia-nyiakan waktu.

Itulah pentingnya bersyukur, apapun kondisinya tetap bersyukur. “Jika kau mensyukuri nikmat Ku, maka akan Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu, jika kau mengingkari nikmat-Ku maka ingatlah, suggguh adzab-Ku sangat pedih” Q.S Ibrahim : 7. Jika kita menghitung nikmat Allah yang dikaruniakan kepada kita, maka sungguh kita tidak akan bisa menghitungnya. Maka dari itu jangan lupa bersyukur.

Bersyukur bukan hanya dilakukan ketika kita mendapat nikmat baik saja, melainkan di saat sulit juga kita harus bersyukur. Karena ketika kita sudah mampu bersyukur atas semua yang didapatkan, maka disetiap detik kehidupan kita akan selalu diliputi oleh ketenangan batin. Orang bersyukur itu selalu menghiasi wajah mereka dengan senyuman. Maka dari itu, jangan lupa menebar senyuman disetiap harinya !

Oleh : Tim PPM Kel. 3 (Pengajaran Hadis Tunanetra Abiyoso & ITMI)