Fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan merupakan perintah yang Allah firmankan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 148 dan Surat Al-Maidah ayat 48.  Kalimat fastabiqul khairat pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 148 dalam tafsir Al-Azhar (2015: 280) “Dalam agama tidak ada paksaan. Cuma berlombalah berbuat serba kebaikan, sama-sama beramal dan membuat jasa di dalam perikehidupan ini,”.  

Iman, ilmu, dan amal adalah ketiga hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keimanan dapat mencegah manusia dari sifat sombong karena hakikatnya manusia hanyalah makhluk yang tidak dapat menandingi Tuhan-Nya dan tidak boleh bersombong diri. Keimanan dapat lebih kuat dengan ilmu dan ilmu tidak bermanfaat jika tidak diamalkan. Dengan keimanan percaya bahwa Fastabiqul Khairat yang tertuang di dalam Al-Quran sudah sepantasnya dilakukan dan dengan ilmu dapat memperkuatnya. Kemudian sebagai wujud dari “amal”, Fastabiqul Khairat bukan hanya sekadar konsep ataupun teori saja tapi harus diimplementasikan ke kehidupan nyata. Berbuat baik untuk diri sendiri dengan meningkatkan kualitas diri juga berbuat baik kepada orang lain.

Sebagai seorang muslim penting untuk menerapkan gerakan teologi fastabiqul khairat ini di dalam kehidupan. Dengan adanya gerakan ini dapat menjadikan manusia lebih semangat untuk senantiasa melakukan kebaikan karena di dalamnya ada sebuah kompetisi untuk selalu berbuat kebaikan. Namun perlu digarisbawahi, bukan untuk merasa menjadi yang paling hebat dan merendahkan orang lain melainkan berkompetisi atau bersaing secara sehat. Gerakan teologi fastabiqul khairat pun menjadi sebuah prinsip yang dipegang oleh organisasi masyarakat islam, Muhammadiyah. Dikutip dari muhammadiyah.or.id menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, bahwa fastabiqul khairat bukan hanya berkompetisi saja. Tetapi berkompetisi secara sehat dan ksatria. Beliau mengistilahkan sebagai ‘gentleman competition’ (persaingan secara jantan) dan bukan ‘rivalry confrontation’ (konfrontasi berbasis rival). “Kita ini Muhammadiyah itu hendaknya berupaya menjadi terbaik, tapi kalau tidak bisa, maka harus (tetap) di atas rata-rata,” jelasnya dalam peringatan 104 tahun Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (5/12). “Kita bisa menjadi greater (lebih hebat) tapi bukan dengan meniadakan dan melumpuhkan yang lainnya, tapi dengan melampaui yang lainnya, itulah prinsip dari fastabiqul khairat,” imbuhnya.

Dengan prinsip fastabiqul khairat ini dilihat dari realitanya Muhammadiyah menjadi maju dari berbagai aspek. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Mu’ti, “Semangat inilah yang menjadi kunci Muhammadiyah itu maju. Dalam buku Pak Alwi Shihab itu maka Muhammadiyah memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat,” jelas Mu’ti. “Bersaing secara ksatria, bersaing dengan kualitas yang kita miliki. Bukan mengembangkan konfrontasi atau permusuhan dan rivalitas yang saling menjatuhkan. Inilah prinsip yang kemudian jadi landasan kenapa Muhammadiyah itu terus maju dan terus berkembang,” tandasnya.

Gerakan teologi fastabiqul khairat memiliki manfaat yang banyak sekali jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah karena selalu mengisi kegiatan dengan hal yang baik maka otomatis akan jauh lebih terhindar dari keinginan melakukan hal yang buruk kemudian terciptalah pribadi yang positif. Serta pada hakikatnya manusia di dunia pun harus menggunakan waktu sebaik-baiknya yaitu diisi dengan hal yang baik juga bermanfaat. Fastabiqul Khairat dalam implementasinya butuh sebuah konsistensi. Maka harus berdasarkan perencanaan yang matang serta keteguhan hati yang kuat dan selalu meluruskan niat hanya kepada Allah SWT.

Oleh: Amalia Hani Puspita