الراحمون يرحمهم الرحمان، ارحموا من في الارض يرحمكم من في السماء

“Orang-orang penyayang akan disayangi oleh Allah yang maha penyayang, sayangilah siapapun yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayangi siapapun yang ada di langit” (H.R Tirmidzi, musalsal fi awaliyah).

Dewasa ini, banyak terjadi hal-hal dikotomi yang tidak adil. Mereka yang memiliki hak istimewa, dengan kerakusannya menjual, membeli bahkan merampas hak-hak yang seharusnya didapat oleh semua orang tanpa terkecuali. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Karena dalam tatanan sosial terdapat hirarki-hirarki sosial yang tersirat namun terasa sekali dampaknya, khususnya untuk tingkatan orang-orang menengah ke bawah.

Dalam tatanan sosial, mereka yang memiliki privillage akan mendahulukan orang-orang yang setara terlebih dahulu, kerabat terdekat (semacam nepotisme), barulah mereka memberikan sisanya kepada orang-orang menengah ke bawah. Bahkan kecil kemungkinannya mereka memberikan hak tersebut, khususnya dalam hal kasih sayang. 

Tidak hanya pada zaman sekarang, dahulu pun ketika masa khalifah utsman bin affan, beliau hanya memberikan hak dan jabatan kepada keluarganya saja. Dan pada akhirnya beliau dikecam lalu ditikam karena ketidak adilan dalam memberikan hak tersebut.

Dalam hadis di atas, lafadz من adalah lafadz istighrak yang mempunyai makna umum. Artinya, nabi tidak hanya memerintahkan kita untuk menyayangi orang-orang sholeh saja, kita diperintahkan untuk menyayangi dan mencintai seluruh makhluk yang ada di bumi tanpa terkecuali. Dan bukan manusia saja, bahkan hewan-hewan pun temasuk di dalamnya.

Munaawi r.a berkata, “Sabda nabi yang mengatakan ‘sayangilah yang ada di bumi’ dengan konteks keumumannya, mencakup seluruh jenis makhluk, mencakup rahmat orang baik, orang berbicara, orang yang bisu, hewan dan burung”.Islam mengajarkan umatnya untuk saling menyayangi satu sama lainnya. Seperti pada hadis :

لا يؤمن أحدكم حتي يحب لأخيه ما يحب لنفسه

“Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian hingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri”.

Mengapa bisa sangat sulit memberikan hak dan kasih sayang kepada saudara kita sendiri? Mungkin memang alasan utamanya adalah penyakit hati. Kita kikir, kita pelit, kita tidak bersyukur atas apa yang Allah berikan. Rezeki yang Allah beri, sebagiannya terdapat hak orang lain. Kita diperintahkan untuk memberi apapun itu. Senyum pun dikatakan ibadah jika kita berikan.

Sepengalaman penulis bergelut di dunia sosial, ternyata masih terdapat ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi. Ada beberapa organisasi masyarakat yang mereka memberi hanya berdasarkan jumlahnya saja. Padahal dalam memberi, selain kuantitas yang kita pikirkan, ada hal yang lebih penting dari itu, keikhlasan. Berapapun yang kita beri, ketika kita ikhlas maka kita sudah mengamalkan hadis ‘menyayangi saudara’. Bahkan dalam keadaan susah pun kita dianjurkan untuk memberi.

Pun demikian, ada pula yang memberi kasih sayang hanya untuk ketenaran saja. Mereka ramai-ramai menggalang dana, minta sana, minta sini hanya untuk tujuan pribadi. Rasulullah Saw bersabda, انما يرحم الله من عباده الرحماء “Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang”

Sesuatu yang bisa semua orang lakukan tanpa terkecuali, tanpa teori, tanpa tapi itu memberi. Seperti pada kisah seekor anjing yang kehausan, kesana kemari mencari air untuk diminum. Dan ada seorang wanita pezina yang melihat anjing tersebut lalu ia memberi minum dan ia masuk surga. Bukan tentang siapa kamu dan apa kamu, tapi hal apa yang sudah kamu beri untuk makhluk hidup yang ada di muka bumi. Hilangkan hierarki sosial yang pemilih. Semua makhluk hidup berhak mendapatkan kasih.

Oleh : Ikmal Ahmad Fauzi