Ada beda antara lebaran dan idul fitri, lebaran adalah ritual seremonial milik semua orang, bisa dirasakan dan dinikmati suka citanya oleh siapapun tanpa terkecuali, entah itu yang maksimal puasanya selama ramdan atau yang puasanya masih bolong-bolong, entah bagi yang rajin tadarus ataupun jarang tadaraus, yang rajin solat ataupun tidak, semuanya akan bisa menikmati kemeriahan hari lebaran, berhak makan opor dan ketupat lebaran, bersalaman bermaaf-maafan seperti yang biasa terjadi, ini boleh dilakukan pada hari lebaran oleh siapapun.
Tapi Idul Fitri, yang memiliki arti kembali kepada kesucian hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang Allah ridhai mereka karena keikhlasannya menjalani perintah wajib dan sunnah selama bulan suci ramadan. Slogan hari raya terpangpang disepanjang jalan, “Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mari Sambut Hari Kemenangan” sedikit tanya, apa kemenagan itu milik saya juga?
Karena kemenagan adalah milik mereka yang berjuang, sudahkah saya menjadi bagian dari perjuangan itu sehingga pantas mengakui dan merayakan kemenangan ini? Puasa adalah Diklat pendidikan dan pelatihan, menahan dan menerpa diri akan emosi yang berlebihan sehingga membuat kita melakukan hal-hal yang tidak semestinya. Sudahkah saya lulus dari Diklat itu?
Tidak bisa mencap siapapun, siapa diantara manusia yang sukses dengan ramdannya, yang benar-benar mendapatkan kemenangan, karena itu adalah penilaian yang hanya berhak diberikan oleh Allah bukan manusia, yang bisa kita lakukan hanya berharap dan berdoa, mudah-mudahan ramadan tidaklah berlalu melainkan keberkahan dan kemuliannya telah kita petik dengan maksimal.
Selebihnya, hari raya idul fitri ini adalah momen yang bisa kita manfaatkan untuk berkumpul melepas rindu dengan keluarga, saling menjalin kasih dan cinta, menyambungkan kembali tali silaturahmi yang sesaat mungkin hampir putus karena jarak dan waktu.
Terakhir, tentang “maaf dan memaafkan” itu bukan hanya sebatas bahasa simbol, kita angkat dua tangan seperti emoji maaf di whatsapp, tapi juga bahasa hati. karena tidak ada artinya jika kita angkat tangan menyimbolkan maaf tapi hati tak hadir, tidak diikut sertakan, hanya sebatas formalitas basa-basi drama lebaran.
Sehingga “maaf dan memaafkan” itu, bisa terjadi tanpa harus anatra tanganku dan tanganmu bersentuhan, asalkan hati hadir. Yang meminta maaf harus menyiapkan hati atas ketinggiannya terhadap ego, sehingga berani mengakui kesalahan. Sementara yang memaafkan perlu menyiapkan hati atas kelapangan dan welas asih untuk melupakan kesalahan orang lain.
Bagi saya yang terberat dari “maaf dan memaafkan” itu bukan maafnya, tapi memaafkannya, karena kita harus mencari alasan kenapa kita harus memaafkan, yang meminta maaf jelas alasannya karena dia punya salah pada seseorang, tapi yang memaafkan kadang kita tidak punya alasan “Kenapa saya harus memaafkan orang yang berbuat jahat pada saya, untungnya buat saya apa?”
Jadi bagi saya, THR termahal itu bukan parsel lebaran atau uang yang dilipat kecil pada amplop bergambar, tapi THR termahal adalah kehadiran hati kalian untuk ikhlas memaafkan segenap kesalahan saya, dari khilaf kata (tulisan) ataupun prilaku.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Dari hamba amatiran, Kurniawan Aziz