Sumber : Pinhome

Samar.ID – Kehidupan adalah ujian bagi seluruh umat manusia. Ujian ini harus kita tempuh tahap demi tahapnya. Ibarat membaca buku, kita harus melewati halaman per halaman. Agar pengetahuan dan pengalaman kita lengkap saat menjalani hidup di dunia ini.

Al-Qur’an menggambarkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah permainan (laibun) dan senda gurau (lahwun). Dunia ini hakikatnya bukanlah tempat terakhir untuk diri kita. Suatu saat nanti kita akan melangkah kepada kehidupan mistik (akhirat) yang saat ini masih menjadi rahasia.

Tak ayal, dalam hidup ini berkumpul segala jenis emosi yang terpusat di dalam jiwa setiap individu. Kita diuji oleh rasa bahagia, senang, sedih, sulit, duka dan segala bentuk emosi lainnya. Banyak di antara kita yang berbahagia karena kekayaannya. Namun tidak semua kekayaan itu digunakan sesuai dengan ridha Allah Swt.

Ada juga yang memiliki banyak harta, serta hartanya itu digunakan sesuai dengan jalan yang Allah Swt kehendaki.   Di antara kita ada juga yang kadang merasa sedih karena hidup pas-pasan. Bahkan untuk makan sehari-haripun mereka harus memeras keringat di bawah terik panas matahari.

Sementara itu, di dunia ini setiap orang menginginkan kebahagiaan. Akan tetapi, ketahuilah bahwa walaupun merasa bahagia di dunia sejatinya itu bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena kebahagiaan yang sesungguhnya itu hanyalah nanti di alam akhirat.

Oleh karena itulah Allah menciptakan yang bernama kesedihan. Selain untuk pembanding adanya rasa bahagia, ia juga tercipta sebagai ujian bagi yang menimpanya. Sama seperti kebahagiaan, kesedihan di alam dunia ini juga tidak kekal. Melainkan pasti berganti. Allah tidak mungkin menimpakan kesedihan kepada umatnya terus menerus selama ia hidup.

Orang kaya ataupun miskin pasti menemui rasa sedih. Allah tidak akan pilih kasih dan mendzalimi setiap hambanya. Bahkan seorang sahabat nabi pun pernah ia merasa sedih. Namun Rasulullah selalu menguatkan mereka. Sehingga jiwanya teguh kembali dalam menyebar risalah Islam.

Saat di gua Tsur, Nabi Muhammad Saw dan sahabatnya, Abu Bakar Ash-Shidiq terdesak dari kejaran kafir Quraisy Makkah. Peristiwa ini terjadi saat mereka berdua ingin menyusul umat Islam yang telah berhijrah ke kota Madinah al-Munawarah.

Kafir Quraisy hampir saja menemui mereka ketika jarak di antara mereka terpaut beberapa meter saja. Atas kehendak Allah Swt lubang gua yang tadinya menganga, pada saat itu tertutup sarang laba-laba. Selain itu, di dalamnya ada juga seekor burung yang sedang bertelur.

Orang-orang Quraisy itu akhirnya pergi dan gagal menangkap nabi beserta sahabatnya. Sementara Abu Bakar saat itu merasa takut posisi mereka diketahui. Abu Bakar yang setia bersama nabi sejak awal risalah Islam selalu menjaganya dengan penuh perhatian.

Saat di dalam gua, Abu Bakar rela menutup lubang ular dengan tubuhnya. Hingga ular itu menggigitnya, lalu ia merasa kesakitan yang luar biasa. Saat itu Rasulullah sedang tidur. Abu Bakar tidak ingin berteriak karena takut nabi terbangun dari tidurnya.

Hingga akhirnya air matanya-lah yang membangunkan nabi. Air mata yang menetes di wajah Nabi itu membangunkannya. Rasulullah segera mengobati bekas gigitan ular tersebut. Atas kehendak Allah Swt, akhirnya Abu Bakar sembuh seketika.

Dari kisah inilah turun ayat terkenal “Janganlah bersedih sesungguhnya Allah bersama kita”. Ayat yang berbicara tentang perjuangan dakwah yang begitu berat.

إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

Artinya :“Ingatlah ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, ‘Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS At Taubah: 40)

Melalui ayat ini, kita diingatkan bahwa selama bersama Allah Swt, kesedihan tidak akan bertahan lama. Allah pasti akan menolong hambanya yang beriman dan bertakwa. Seperti kisah di atas, walaupun dalam keadaan yang mustahil di mata manusia. Namun di mata Allah sangatlah mudah untuk menolong siapapun.

Sebab itu, janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita!

Penulis : Rafi T. Haq