Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda; “Barang siapa bertobat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka allah menerima tobat orang itu” (HR. Muslim). Dalam Intisari Ihya Ulumiddin karangan imam Al-Ghazali di katakan “tidak ada dosa kecil kalau terus-menerus dilakukan, dan tidak ada dosa besar jika dimintakan ampun.”

Tobat akan diterima selama napas belum sampai di kerongkongan atau ajal tiba dan selama matahari belum terbit dari arah barat sebagai pertanda kiamat. Dosa-dosa kecil akan menjadi besar jika terus-terusan dilakukan. Sikap meremehkan dosa-dosa kecil yang mana membuatnya terlihat seperti hal yang biasa sangatlah membahayakan. Dimana sikap itu akan menjerumuskan pemiliknya kedalam kubangan dosa yang dalam, yang membuat lupa tobat sehingga berakhir penyesalan.

Segeralah bertobat selagi masih ada kesempatan. Penundaan hanya akan melahirkan keterlambatan dan penyesalan. Jika kamu merasa diri banyak dosa dan merasa tidak pantas untuk bertobat, ingatlah tentang kisah seorang pembunuh yang telah membunuh 99 orang yang kemudian dia sempurnakan menjadi 100 orang. Kemudian dia menemui ulama dan bertobat. Setelah itu dia pergi berhijrah ke tempat yang diperintahkan oleh ulama tersebut.

 Di tengah jalan ajalpun menjemputnya, kemudian datang malaikat rahmat dan malaikat azab yang berselisih terkait nasib orang tersebut. Diukurlah jarak antara negeri tempat dia sebelumya dengan negeri tujuannya tempat dia ingin bertobat. Ternyata dia lebih dekat dengan tempat tujuanya tersebut, sehingga ia pun diampuni dosa-dosanya. Jika dia yang telah membunuh 100 orang masih diterima tobatnya apa lagi kita.

Dan untuk yang terlelap oleh dosa. Ketahuilah bahwa maksiat atau dosa (terutama jika berkepanjangan dan banyak) merupakan benih kekufuran. Maksiat menyebabkan seseorang terbiasa dengannya, melahirkan ujian, dan bahkan menjadi penyakit yang hanya bisa diobati dengan terus melakukannya sehingga ada alasan untuk tidak meninggalkannya. Dalam kondisi demikian, si pelaku mengimpikan ketiadaan hukuman atasnya serta secara tidak sadar berupaya mencari dalil yang menunjukan tidak adanya siksa.

Keadaan ini terus berlangsung sehingga mengantarkannya kepada sikap mengingkari siksa dan menolak keberadaan negeri hukuman (akhirat). Begitulah, maksiat yang dilakukan tanpa rasa menyesal dan gundah membuat pelakunya mengingkari maksiat seabagai maksiat, sekaligus mengingkari malaikat pengawas yang melihatnya. Lebih dari itu, ia berharap hisab tidak ada. Demukianlah hingga akhirnya hal tersebut menghitamkan kalbunya (Badiuzzaman Said Nursi, dalam bukunya Al-Matsnawi An-Nur).

Jangan sampai tenggelam dalam dosa yang membuat kita tidak bisa keluar darinya. Jangan anggap enteng dosa kecil karena jika dia sudah bayak dapat menyebabkan kerasnya hati. Dimana jika hati sudah keras maka akan menjauhkan diri dari rahmat Allah Swt. Bertobatlah meskipun itu berat, bertobatlah walaupun terus berulang, dan bertobatlah walaupun diri merasa tak pantas. Karena orang yang putus asa dalam bertobat seperti orang yang bunuh diri dan merasa bahwa bunuh diri itu akan menyelesaikan masalahnya.

Oleh : Muhamad Zarkasih Nur