Saya ingin memulai diskusi dalam tulisan ini dengan satu pertanyaan? Apakah sebagai masyarakat yang awam bagaimana caranya melawan korupsi di berbagai sektor?mungkin hari-hari kedepannya diskusi-diskusi soal korupsi akan menjadi usang apabila tidak di dudukan pada situasi kekinian, kontemporer, pada yang “hari ini” berbicara mengenai situasi korupsi hari-hari ini sangatlah enigmatic.

Korupsi masuk ke banyak ruang. Ruang politik, ruang ekonomi bahkan sampai ruang dompet pribadi. Saya kira masalah bagi topik tulisan saya kali ini adalah: pesismisme melawan korupsi. Hal-hal yang terjadi di tingkat nasional atau daerah bahkan global sekalipun soal korupsi perlahan lahan tapi pasti semakin menghantarkan efek yang nyata di kehidupan kita kedepannya. Satu hal yang ingin saya tulis yaitu bahwa saya tidak ingin membicarakan korupsi dalam lingkup yang sempit tetapi yang luas dan secara filosofi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa Inggris adalah corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption dan dalam bahasa Belanda disebut dengan coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Korup berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan sebagainya).

Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya)[1]. Semua  warga negara Indonesia  pasti sepakat  jika korupsi diposisikan sebagai kejahatan yang sangat merugikan untuk banyak orang dan merupakan cara yang paling ampuh untuk meruntuhkan negara Indonesia yang sudah berdaulat 78 tahun. Mungkin kita juga kecewa bila ternyata pada kenyataannya bahwa korupsi sudah membudaya, meluas dari nominal yang kecil hingga nominal yang besar, dari strata atas sampai strata bawah.

Bukan  hanya di kalangan pemerintahan saja kita bisa melihat kacamata korupsi, tetapi juga di kalangan swasta dengan jaringan yang luas. Indonesia digolongkan termasuk negara yang terkorup di dunia. Itu terlihat dari banyaknya praktek korupsi sampai hari ini. Tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik jika korupsi menjadi budaya masyarakat di Indonesia khussunya.

Praktik Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemuliaan dalam masyarakat.  Jika suasana iklim masyarakat telah tercipta demikian itu, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.

Korupsi juga ada kaitannya dengan kekuasaaan atau gaya politik di suatu negara misalkan Indonesia, berapa banyak kekuasaan yang melanggengkan korupsi? Mulai dari zaman orde lama sampai reformasi praktek korupsi susah sekali dipisahkan dari tangan kekuasaaan jika Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut, akibatnya mereka tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka.

Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lainlain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter).

Kegelisahan rakyat kini tampaknya lebih banyak terposir dalam menyoal problem korupsi di tubuh pemerintah, misalnya dengan memulai memperlemah KPK. Lembaga ini dinilai sangat representative bagi kehendak rakyat yang semenjak dulu menginginkan hilangnya korupsi di negeri Indonesia. Di tengah kondisi sistem yang tiap ganti kebijakan selalu ada korupsi KPK seharusnya bak pahlawan karena banyak khalayak luas yang menjagokan KPK untuk memberantas korupsi

Selain itu, jika media membuat berita tentang koruptor yang tertangkap karena mencuri uang rakyat lewat kekuasaan atau pejabat perusahaan swasta yang melakukannya muncul platform gerakan anti korupsi, lantas menjadi gerakan mengejar koruptor dan menjeblosan ke penjara. Kelemahan utama dari strategi ini terletak pada lingkungan hukum itu sendiri.

Lembaga, aparatur, perangkat perundangan dan prosedur beracara masih sangat rapuh dan jelas tidak kebal intervensi baik politik, finansial maupun tekanan secara fisik. Untuk itu perlu ada gerakan yang secara sistematis berupaya untuk menggantikan elit pemangsa ini dan kemudian merombak struktur yang mendiskriminasi dan mendominasi.

Memang di banyak tempat, bermunculan upaya gerakan alternatif baik yang bertumpu pada politik elektoral maupun non-elektoral. Pengorganisasian kelompok korban, marginal, maupun kepentingan (publik) perlu dijadikan fokus, agar kelompok terorganisir ini dapat mengimbangi elite pemangsa yang selama ini mengakuisisi ruang politik. Tanpa ada perubahan struktur politik (dan ekonomi), level lapangan permainan antar kelompok kepentingan, agenda pemberantasasn korupsi selalu tergantung kepada belas kasih elit. Lebih tepatnya, kita hanya bertumpu pada keinginan politik penguasa.

Oleh : Muhammad Rausan Fikri (Ketua Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik PC IMM Bandung Timur)

Editor : Rafi


[1] Wicipto setiadi “korupsi di negeri Indonesia” jurnal ilmiah fakultas hukum unniversitas pembangunan nasional veteran Jakarta hlm 1