Akhir-akhir ini jagat dunia maya digemparkan dengan perseteruan antara Pesulap Merah dan Gus Samsudin. Pesulap Merah ialah nama panggung seorang pesulap bernama Marcel Radieval. Konten Youtube Pesulap Merah yang berisikan pembongkaran dan pembuktian trik-trik perdukunan yang selama ini dianggap sakti mandraguna dibongkar satu persatu olehnya. Termasuk praktek yang dilakukan seorang guru padepokan Nur Dzat Sejati bernama Gus Samsudin.
Viralnya kasus ini berawal ketika Pesulap Merah mendatangi padepokan tersebut untuk membuktikan keaslian dari pengobatan-pengobatan mistik yang dilakukan di sana. Namun hal tersebut gagal karena pada waktu itu Pesulap Merah malah diusir oleh pihak keamanan padepokan. Sehingga kesan yang ditangkap publik ialah Gus Samsudin diduga melakukan penipuan praktek pengobatan spiritual yang selama ini dia jalankan. Karena tidak berani secara terbuka ‘adu kesaktian’ dengan sang pesulap.
Pertanyaannya ialah mengapa kasus tersebut mendapatkan antusiasme publik yang cukup besar? Bahkan sang pesulap yang serba merah itu telah dilaporkan ke Polda Jawa Timur oleh sebuah asosiasi dukun. Sementara padepokan didemo warga dan akhirnya ditutup. Sampai tulisan ini dibuat pemberitaan tentang pesulap merah masih ramai dan belum juga redup.
Bila kita membaca buku Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia karya almarhum Kuntowijoyo, dikatakan bahwa umat Islam di Indonesia pada masa dulu kental dengan pikiran-pikiran, imajinasi-imajinasi dan praktek-praktek mistik atau magis. Misalnya tentang pohon yang dikeramatkan, upacara-upacara sesajenan, tentang munculnya Ratu Adil dan lain-lain. Maka umat Islam pada waktu itu berada pada fase kesadaran mistis. Di mana banyak sesuatu yang dikait-kaitkan kepada bentuk-bentuk mistik atau magis.
Seiring berjalannya waktu, fase mistik mulai bergeser kepada fase ideologis. Suatu fase kesadaran umat Islam akan perlunya mereka menjadi subjek dalam struktur masyarakat. Perlunya menguasai bidang-bidang pemerintahan demi terjaganya kepentingan-kepentingan yang behubungan dengan umat. Kesadaran ideologis tersebut bergeser kembali menjadi fase ide atau ilmu.
Umat Islam mulai berbicara fenomena-fenomena yang ada berdasarkan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan. Sehingga proses perubahan dari masyarakat yang mistik kepada masyarakat yang berilmu pengetahuan mulai terlihat di lingkungan publik secara perlahan. Yaitu dengan banyaknya generasi-generasi muda umat Islam yang mengenyam bangku pendidikan, berdiskusi dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Namun tidak dapat dimungkiri, fenomena viralnya Pesulap Merah hemat penulis menunjukkan bahwa ternyata masih banyak pola pikir mistik yang berkembang di masyarakat. Masih banyak yang meyakini dan mempercayai kepada hal-hal magis sebagai jalan alternatif dari permasalahan hidup. Dengan kata lain masih banyak umat Islam yang meskipun kondisi zaman telah berubah dalam suasana modern atau fase ilmu, namun mereka masih larut dan tenggelam dalam fase mistik.
Kondisi inilah yang dalam pandangan penulis akhirnya banyak menyedot perhatian publik yang cukup luas. Karena mereka yang percaya pada praktek-praktek mistik akhirnya tersadarkan secara nyata dan kreatif melalui pembongkaran-pembongkaran bergaya pesulap. Sebab tidak mungkin banyak menuai atensi publik apabila semua orang sudah benar-benar berada pada fase ilmu. Fase yang memiliki corak berpikir ilmiah sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan yang ada.
Meskipun selama ini dalam setiap ceramah keagamaan sering disampaikan bahwa praktek perdukunan itu hukumnya haram bahkan dianggap musyrik atau menyekutukan Allah Swt. Namun praktek-praktek perdukunan berkedok agama, budaya dan kedok lainnya masih tetap banyak. Fenomena viralnya Pesulap Merah yang membongkar praktek-praktek perdukunan dengan sulap bisa dibilang cara baru dalam menanamkan pemahaman kepada masyarakat bahwa praktek perdukunan tersebut ialah tidak benar.