Muhammadiyah merupakan salah satu ormas yang menyebutkan bahwa mereka ini merupakan Organisasi yang moderat. Karena memang, sejak awal kelahirannya Muhammadiyah sudah memegang konsep Moderat, meskipun pada tahun 1912 istilah “Moderat” ini belum hadir, namun secara substansial kiprah Muhammadiyah menunjukan bahwa Organisasi ini sudah bersifat Moderat dari awal kelahirannya hingga sekarang. Namun, sebelum mengenal Moderasi beragama menurut perspektif Muhammadiyah, kita pahami dulu apa itu Moderat/Moderasi.
Moderat merupakan istilah yang asing bagi masyarakat awam, namun dikalangan akademisi, kata ini sudah menjadi makanan sehari-hari diacara-acara seminar ataupun diskusi. Bahkan beberapa pihak mengklaim bahwa moderat merupakan bagian dari mereka, dan mereka itu adalah moderat, terutama dalam beragama, sehingga muncullah istilah Moderasi beragama.
Ddalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Moderat memiliki arti (1) Selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrim; (2) Berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah : pandangannya cukup, dan/atau mau mempertimbangkan pandangan pihak lain. Tidak berlebihan, menghargai pendapat orarng/kelompok lain, mempertimbangkan pandangan orang/pihak lain merupakan sikap moderat. Saya yakin, semua orang tahu Moderator, orang yang biasa mengatur dan memimpin sebuah acara, ini juga diambil dari kata Moderat, dan memang benar bahwa seorang Moderator, dalam acara seminar misalnya, harus bersikap netral, menghargai pendapat lain baik itu dari pemateri ataupun dari audiens sekalipun, seorang Moderator harus ada di tengah-tengah dan bersikap objektif.
Sedangkan dalam islam, istilah Moderat ini disebut dengan Wasath atau Washatiah. sebagaimana yang terkandung dalam Qur’an surah Al-Baqarah ayat 143 “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan ..”. Saya mengutip dari laman mui.or.id, menurut Menurut Muhammad bin Mukrim bin Mandhur al-Afriqy al-Mashry, pengertian wasathiyah secara etimologi berarti:
وَسَطُ الشَّيْءِ مَا بَيْنَ طَرْفَيْهِ
Artinya: “sesuatu yang berada (di tengah) di antara dua sisi”
Sehingga jelas, Moderat atau wasatiyah ini merupakan sikap yang berada ditengah-tengah, tidak selalu menyalahkan orang lain, tidak juga selalu membenarkan orang lain, menghargai setiap pendapat orang lain dan mempertimbangkan pendapat kita, tidak ekstrim kanan, namun tidak juga bersifat terlalu kekiri-kirian.
Muhammadiyah dalam hal ini berpandangan bahwa menjadi umat wasatiyah merupakan sebuah keharusan, karena mengingat dalil surat Al-Baqarah ayat 143 yang tadi disebutkan. Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, Muhammadiyah memandang konsep Moderasi beragama itu meliputi tiga hal; pertama, wasatha yang memiliki arti sangat baik, sehingga seringkali disamakan dengan khair. Al-Qurthubi menganalogikan wasatha sebagai oase di gurun pasir. Kedua, wasatha yang berkaitan dengan sikap, yaitu tidak berlebih-lebihan baik dalam beribadah, maupun dalam bermu’amalah. Ketiga, berprilaku sesuai ilmu dan hukum, sehingga wasatha ini merupakan sikap adil yang menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.
Dalam praktiknya, Muhammadiyah juga telah melakukan dan mengaplikasikan Moderasi dalam beberapa hal. Seperti yang saya kutip dari laman ibtimes.id, Muhammadiyah menawarkan tiga bentuk moderasi; pertama, Moderasi dalam bidang pendidikan yang dengan jelas telah kita lihat bahwa Muhammadiyah merupakan Organisasi dengan jumlah sekolah terbanyak di Indonesia, mulai dari Pendidikan Anaka Usia Dini (PAUD), sampai dengan perguruan tinggi. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut tidak hanya ditujukan bagi warga anggota Muhammadiyah saja, tapi untuk seluruh lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Bahkan, meskipun Muhammadiyah adalah ormas islam, namun lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak menutup pintu sekola-sekolahnya bagi masyarakat non-islam.
Kedua, Moderasi dibidang ekonomi. Dengan amal usaha yang begitu banyak, tidak heran jika Muhammadiyah menjadi salah satu Organisasi Islam terkaya di Dunia, hal ini bukanlah tanpa alasan dan data yang jelas, tapi fakta dilapangan menunjukan bahwa kekayaan Muhammadiyah pada tahun 2017 memiliki wakaf tanah seluas 21 juta meter persegi, yang diatasnya berdiri berbagai aum, mulai dari Rumah sakit, Sekolah, pondok pesantren, dan lembaga-lembaga lainnya. Aset ini tentu saja bukan milik pribadi, tapi milik persarikatan. Hebatnya, keuntungan dari aset-aset tersebut tidak dipakai oleh orang atau kelompok tertentu, bahkan Muhammadiyah itu sendiri, tapi digunakan untuk kepentingan umat dan warga negara secara keseluruhan.
Ketiga, Moderasi dalam bidang kemanusiaan. Dalam hal ini, Muhammadiyah telah membuktikan dengan turun langsung dalam berbagai aktifitas kemanusiaan. Sebagai Contoh, dalam penanganan bencana alam, Muhammadiyah memiliki lembaga tersendiri yang bergerak dalam bidang ini, yaitu Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Pada peristiwa Pandemi Covid 19 kemarin juga Muhammadiyah mendirikan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC).
Selain tiga hal diatas, banyak lagi contoh konsep Moderasi yang telah dipraktikan oleh Muhammadiyah. Azyumardi Azra dalam acara Seminar Munas Tarjih ke-31 dengan tema Moderasi Keberagaman dalam Konteks Indonesia Berkemajuan juga menyebutkan, bahwa 12 karakter islam Moderat berdasarkan KTT Ulama Muslim Dunia tahun 2018 di Bogor, sangat sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Hal diatas menjadi contoh semangat moderasi yang dilakukan Muhammadiyah, tidak hanya dalam beragama, namun juga di semua bidang kehidupan, Muhammadiyah menerapkan konsep Moderasi. Moderasi ini tentu saja menjadi jati diri Muhammadiyah sebagai umat wasattiyah.