https://unair.ac.id/wp-content/uploads/2023/06/hewan-kurban.jpg

samar.id – Kurban merupakan ibadah yang sudah tua yang telah ada sejak masa Nabi Adam As. Dikisahkan bahwa kedua putra Nabi Adam bernama Habil dan Qabil diperintahkan oleh ayahnya tersebut untuk berkurban. Hal itu setelah Qabil tidak menerima dirinya akan ditikahkan dengan saudari Habil yang kurang cantik rupanya. Sedangkan Habil akan dinikahkan dengan saudari Qabil yang memang rupawan saat itu.

Sebab sifat iri tersebut akhirnya keduannya diperintahkan untuk berqurban. Sesuai dengan profesinya masing-masing, Habil yang berprofesi sebagai peternak berkurban dengan hasil ternaknya. Sedangkan Qabil berkurban dengan hasil pertaniannya. Habil mengurbankan hasil ternak yang paling baik di antara ternaknya. Sedangkan Qabil justru sebaliknya, memberikan hasil pertanian yang buruk.

Berdasarkan petunjuk dari Allah Swt, akhirnya Nabi Adam As menerima kurban yang diberikan Habil. Keputusan ini semakin menyalakan api kebencian dalam diri Qabil dan berencana akan membunuh adiknya itu.  Hal ini berdasarkan firman Allah Swt:

“Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata : ‘Sungguh aku pasti membunuhmu’. Dia (Habil berkata : ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertaqwa” (Qs. al-Maidah : 27)

Sejarah kurban juga terjadi pada masa Nabi Ibrahim As. Nabi Ibrahim yang telah lama belum dikaruniai anak memohon kepada Allah Swt agar dikaruniai seorang anak. Setiap saat Nabi Ibrahim dan Istrinya, Siti Hajar, selalu berdo’a agar diberikan seorang putra dan keturunan yang saleh.

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh” (Qs. As-Saffat : 100)

Do’a tersebut Allah Swt jawab dengan hadirnya Nabi Ismail di tengah mereka berdua. Sehingga, Ismail sangat disayangi oleh keduannya. Sebab itulah Allah hendak menguji Nabi Ibrahim untuk menyemblih putra yang disayanginya itu. Perintah Allah tersebut hadir dalam mimpi Nabi Ibrahim bahwa Allah memerintahkannya untuk menyembelih putranya yang sangat ia kasihi.

Terjadilah percakapan antara Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Perckapan ini tercantum dalam al- Quran surat As-Saffat ayat 102 .

“Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! ” (Ash-Shaffat: 102) Kemudian Nabi Ismail menjawab: 

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintah¬kan kepadamu. Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (Ash-Shaffat: 102).

Mendengar mimpi yang diceritakan Ibrahim, Nabi Ismail meminta ayahnya untuk langsung mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelihnya. Tatkala keduannya sudah saling berserah diri di hadapan Allah Swt, akhirnya Ismail digantikan dengan binatang ternak sembelihan atas kuasa Allah Swt.

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari kedua kisah di atas. Kisah Qabil dan Habil memberikan pelajaran bahwa berkurban harus diniatkan semata-mata karena ketakwaan kita terhadap Allah Swt. Bukan karena niat yang lain seperti Qabil yang sejak awal berkurban untuk mengejar perempuan yang diinginkannya.

Sementara dalam kisah kedua, antara Nabi Ibrahim dan Ismail, mengandung makna bahwa sebagai seorang muslim harus memiliki keikhlasan untuk melepaskan sesuatu yang paling dicintai karena Allah Swt. Kecintaan terhadap sesuatu hendaknya tidak melebihi kecintaan kepada Allah Swt. Hal ini dibuktikan dengan pengorbanan Nabi Ibrahim saat diperintahkan oleh Allah Swt untuk menyembelih puteranya sekalipun puteranya itu sangat ia cintai dan kasihi.

Kedua kisah di atas menunjukkan bahwa hakikatnya bukanlah hewan ternak atau benda lain yang dikurbankan mereka itu yang Allah butuhkan. Akan tetapi Allah Swt mengharapkan ketaqwaan dan keimanan mereka kepada-Nya.

Penulis: Rafi