gambar: educenter.id

Ajaran Islam menurut keterangan al-Qur’an dan Sunnah Nabi ditujukan bagi seluruh umat manusia. Kita biasa menyebutnya dengan kalimat “Islam Rahmatin Lil Alamiin” (Islam merupakan rahmat bagi alam semesta). Meskipun Islam datang dari Jazirah Arab, namun ajaran Islam boleh dianut oleh umat manusia di tempat-tempat lainnya di dunia. Selain itu, Islam juga tidak berbatas waktu, hingga hari kiamat pun ajaran Islam masih tetap berlaku dan masih menjadi ajaran yang sah di mata Allah Swt. Berbeda misalnya dengan ajaran Yahudi yang diperuntukkan bagi umat tertentu dan waktu tertentu.

Di tanah turunnya ajaran Islam, di Jazirah Arab, kita dapat menyaksikan sendiri peran yang dimainkan agama bungsu ini. Islam sebagai sebuah agama dari langit tentu memiliki visi dan misi turun ke bumi ini. Turunya Islam dari langit langsung berdialog, berinteraksi dengan kebiasaan, perilaku dan kebudayaan masyarakat Arab waktu itu. Tujuannya jelas, menjadikan kehadiran ajaran Islam sebagai rahmat (kebaikan), terkhusus pada waktu itu bagi orang-orang Arab sendiri.  Dalam interaksi tersebut kita menyaksikan ajaran Islam mampu memperbaiki, merevisi, meluruskan kebiasan-kebiasaan yang salah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip ilahiyah.

Contoh paling populer peran Islam untuk masyarakat lokal Arab waktu itu seperti menghapuskan kebiasaan mengubur anak perempuan hidup-hidup, melarang secara bertahap khamr (minuman memabukkan), Menghargai hakikat kemanusiaan para budak bahkan anjuran memerdekakannya, menghapus tradisi paganistik (menyembah patung) dll. Kemudian menata ulang aspek-aspek kehidupan-kehidupan mulai dari urusan-urusan individu, keluarga, masyarakat hingga negara. Hasilnya berupa kehidupan yang lebih baik, tertata, beradab (civilized) dan maju (al-hadarah).

Sekarang kita coba lihat apa sumbangan Islam bagi masyarakat lokal di luar Jazirah Arab. Di Turki, ajaran Islam selama berabad-abad mulai dari tahun 1453-1924 M (hampir 5 abad) dianut oleh kerajaan Turki Utsmani sebagai dasar negara dan masyarakat Turki pada khususnya. Islam mampu menjiwai kehidupan politik dan sosial masyarakat Turki secara khusus walaupun akhirnya melebar ke luar wilayah tersebut. Sejarah Turki tidak pernah terdengar luas sebelum mereka menganut Islam dan berhasil meruntuhkan wilayah konstantinovel yang saat itu merupakan Ibukota Byzantium. Tentu sangatlah berebeda kebudayaan Turki setelah berwajah Islam dan sebelumnya.

Begitupun di anak benua India, wilayah Pakistan yang mayoritas warganya menganut Islam, setelah menerima Islam banyak sekali perubahan yang terjadi. Terutama pasca perang dunia kedua, atas dasar semangat ajaran Islam, Muhammad Iqbal bersama warga Pakistan lainnya mampu mendeklarasikan negara Pakistan sebagai daerah yang merdeka dan berdaulat. Banyak lahir intelektual muslim terkemuka di wilayah ini seperti Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, Abul A’la Maududi dll. Intelektual tersebut muncul karena ajaran Islam yang awalnya memantik jalan pikiran mereka. Tanpa bersentuhan langsung dengan ajaran Islam, kita sama sekali tidak tahu apakah mereka akan jadi seorang pemikir dan intelektual terkemuka atau tidak.

Sekarang kita akan melihat bagaimana sumbangan ajaran Islam untuk masyarakat lokal di wilayah yang dulunya bernama Nusantara ini. Sebelumnya penulis akan menyampaikan lebih awal apa yang dilihat Marco Polo, mengenai gambaran masyarakat lokal di wilayah kita sendiri sebelum seperti sekarang. Menurut Asep Ahmad Hidayat (2017) dalam Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara, menerangkan bahwa Marco Polo, sang penjelajah asal Eropa, melihat dengan mata kepalanya sendiri beberapa potret masyarakat lokal pada saat itu. [1]

Waktu itu Marco Polo kebetulan sedang mengunjungi kerajaan Samudra Pasai, yang sedang dipimpin Sultan Abdul Jalil al-Malikus Shaleh (1276-1300 M). Kemudian ia mengunjungi Kerajaan Perlak, dan ia melihat para penduduknya telah memeluk ajaran Islam, namun di wilayah pegunungan daerah kerajaan tersebut banyak suku yang masih kanibal (memakan daging manusia). Di Basaman, ia melihat masyarakat yang mengaku berada di bawah kepemimpinan Kublai Khan, namun masyarakat tersebut tidak pernah membayar upeti dan tidak mengenal peraturan atau undang-undang yang sah. Hukum yang mereka gunakan hukum rimba, yang kuat tentu yang berkuasa. Daerah lain yang masyarakatnya masih kanibal yaitu daerah Pedir. Sedangkan di daerah bernama Samara ia mengaku pernah diberi tuak dan berpesta tuak dengan masyarakat setempat.[2]

Awal mula kedatangan Islam ke wilayah Nusantara disuguhkan dengan masyarakat lokal yang mempunyai kebudayaan yang Marco Polo saksikan. Namun kita sendiri dewasa ini dapat menyaksikan wilayah-wilayah tersebut secara khusus dan wilayah Indonesia secara umum sudah tidak ditemui lagi praktik kanibalistik tersebut. Jikapun ada, bisa jadi hanya minoritas suku saja dan mereka belum tersentuh oleh ajaran umat beragama. Perubahan kebudayaan tersebut secara bertahap berubah menjadi lebih baik karena kebudayaan penduduk nusantara bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan ajaran Islam yang membawa ajaran baru dan humanis. Sehingga ajaran Islam selama ini turut menjiwai kebudayan penduduk Nusantara walaupun tidak seluruhnya.

Demikian gambaran sederhana tentang sumbangsih ajaran Islam untuk masyarakat lokal. Tentu tidak dapat dihitung dengan angka yang mutlak. Karena keterbatasan statistik dan keilmuan pada masa lampau yang tidak secanggih dewasa ini. Ajaran Islam mampu berdialog dengan masyarakat lokal dan membawa masyarakat tersebut menuju arah yang terang dan jelas. Hal tersebut merupakan fakta kongkret bahwa sesunguhnya Islam benar-benar rahmatan lil alamin, seperti tujuan diturunkannya dari langit.


[1] Lihat Asep Achmad Hidayat, Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara, Bandung, Pustaka Rahmat, 2017, hlm. 21

[2] Ibid.