Kabar duka berhembus pada seluruh umat Islam di Indonesia, ulama kelahiran Madinah Syekh Ali Jaber wafat pada hari ini (14/01/2021) setelah dirawat karena Covid-19 di RS Yarsi Jakarta Pusat. Syekh Ali Jaber merupakan ulama yang aktif menyebarkan dakwah Islamiyah dengan jumlah jama’ah yang cukup banyak, sering diundang dan hadir di layar kaca, apalagi saat Ramadan tiba. Selalu berbicara tentang kebaikan dan pesan-pesan ilahi yang ditujukan pada siapapun yang mendengarkan ceramahnya.
Kabar ini menyiratkan pesan tentang mawas diri selama hidup di dunia. Kabar maut yang bisa kapan saja tiba dan di mana saja kita berada. Bila baik perbuatan di dunia akan didekatkan dengan orang-orang saleh di akhirat kelak. Sebaliknya, bila pelaku maksiat hingga menjelang ajalnya tiba, akan mendapat hukuman yang setimpal dari Allah Swt.
Meninggalnya ulama selalu ditangisi jutaan orang, karena ulama selalu menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Dari tahun ke tahun ulama-ulama di negeri ini telah meninggalkan keluarga, teman dan sahabat serta jama’ahnya. Ulama sosok yang alim, sumber ilmu agama, teladan dan pengingat umat di saat orang lain sibuk dengan merauk harta, berjalan-jalan dan bersenang-senang. Ulama memperlihatkan perilaku terpuji dalam kesehariannya.
Ada istilah yang terkenal “ulama warasatul anbiya” artinya ulama itu pewaris para Nabi. Ulama mewarisi pesan-pesan yang di sampaikan Nabi. Tentang berbuat baik pada sesama, beribadah lima waktu, memberi dan menyantuni pakir miskin yang kelaparan. Al-Qur’an menyebut bahwa ulama adalah orang-orang yang selalu merasa takut pada-Nya. Takut bila dirinya tidak mampu meraih ridha Allah Swt. Takut bila ilmunya tidak ia amalkan dan takut bila tanggung jawabnya dalam berdakwah ia tinggalkan.
Itulah diri seorang ulama yang diwarisi teladan oleh para Nabi, sumber kita mencontoh kebaikan-kebaikan yang diajarkannya. Tanpa mereka, nikmat yang paling besar, yaitu nikmat iman dan Islam tidak akan sampai pada kita. Sebagai balasan pada para ulama yang telah bersungguh-sungguh dalam mendidik kita, sudah selayaknya kita cintai para ulama. Mencintai ulama merupakan tanda peduli dan antusias atas pesan-pesan kabaikan yang diberikannya.
Paling sederhana mencintai ulama adalah dengan mengamalkan ceramah-ceramah kebaikannya. Lalu menyampaikan kepada orang di sekitar kita agar orang lain juga menikmati pesan-pesan kebaikan tersebut. Maka ilmu yang terus menerus tersampaikan seperti ini akan menjadi amal jariah yaitu amal yang akan terus menerus mengalir. Amal yang akan sampai pada orang yang mengamalkannya bahkan ketika orang itu telah masuk ke liang lahat.
Seperti mencintai diri kita sendiri, mencintai ulama tak pernah berhenti. Sebab ulama pun tak pernah berhenti mengingatkan kita tentang agama. Mengingatkan pada kita tentang surga dan neraka. Tentang menyiapkan bekal sebelum ajal tiba ataupun tentang selalu taat pada Allah dan Rasulnya. Rasul tak pernah berhenti memikirkan umatnya, maka ulama pun tak pernah berhenti memikirkan orang-orang di sekitarnya, termasuk kita. Karena ulama mewarisi kebaikan para Nabi.
Ulama yang tulus dan ikhlas memberi tausyiahnya selalu berharap ridha Allah Swt dan kebaikan untuk jama’ahnya. Jauh dari berharap imbalan dari manusia, karena Ia sepenuh hati menjalankan risalah keagamaan bukan untuk kebaikan dunia saja, namun juga untuk kebaikan akhirat. Ulama seperti itu harus dicintai, ajarannya diabadikan dan disampaikan pada generasi umat islam setelahnya. Agar kebaikannya senantiasa mengalir deras hingga ke alam akhirat nanti.