Akhirnya, saya bisa melanjutkan pembahasan mengenai penyakit modern yang diungkapkan oleh Pope Francis. Saya akui, saya terlalu banyak ‘menunda’ dalam banyak hal, dengan alasan memiliki jadwal lain, serta tugas yang harus segera diselesaikan. Padahal, 24 jam dalam sehari dirasa cukup untuk membagi waktu dalam mengerjakan segala pekerjaan, dan melakukan aktivitas sesuai rencana yang sudah dibuat daftar. Atau mungkin, saya termasuk kedalam kategori manusia yang terlalu banyak rencana? Mari, kita selidiki bersama, dalam rangka ber-muhasabah diri.

            Bukannya dalam hidup itu dibutuhkan rencana? Rencana yang kita buat, atau sebuah perencanaan merupakan sebuah peta, petunjuk, rute, atau strategi yang akan membawa kita pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Perencanaan tersebut akan menuntun kita untuk memberi arahan atas apa saja yang harus dilakukan, serta memberikan timeline atau tenggat waktu ‘kapan’ kita harus berada di sana tepat pada waktu yang telah ditentukan. Saat kita memulai untuk berencana, ini memberikan tanda atau mengindikasi bahwa kita memiliki pemikiran untuk bagaimana menjalani hidup kedepannya seperti apa, bukan hanya sekedar menunggu takdir, atau ketetapan Tuhan. Dan yang paling utama adalah memberitahu langkah-langkah logis yang mesti dilakukan. Namun, apabila kita tidak memiliki rancana atau merancang perencanaan, hidup kita akan tidak terkontrol, dan tidak terarah.

            Tapi, mengapa Pope Francis mengatakan hidup berencana sebagai suatu penyakit? Mempersiapkan segala sesuatu dengan baik dan tersusun itu perlu. Namun, jika hal tersebut lantas menegasi ruang yang memungkinkan kepada bantuan Tuhan, itu baru menjadi suatu masalah. Kita seringkali merasa ‘tidak ingin’ untuk mengakui adanya campur tangan Tuhan saat berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan. Seolah-olah, kita hebat dan merasa ‘bisa’ mengatasi semuanya sendiri, sampai tidak sadar bahwa kita telah jatuh kepada dosa kesombongan. Kita harus tetap ingat, bahwa manusia hanya sekedar berencana, tetapi kehendak Tuhan-lah yang menentukan hasilnya. Tetap rendah hati, seringlah meminta pertolongan agar dimudahkan dalam setiap gerak-gerik kehidupan yang dilakukan. Libatkan Tuhan dalam setiap aktivitas kita, agar senantiasa diberkahi, juga dirahmati oleh-Nya.

Miskin Koordinasi

Pope Francis menyebutkan bahwa koordinasi dalam kerja tim seperti sebuah harmoni. Jika anggota-anggotanya kehilangan rasa kesatuan antara satu dengan yang lain, maka tim itu akan menjadi seperti tubuh yang kehilangan fungsi harmoni dan penyeimbangnya. Akibatnya, akan seperti suatu orkestra yang menghasilkan nada-nada sumbang. Apabila itu terjadi di dalam lingkaran kelompok sosial, atau saat kita berorganisasi, maka roda pergerakan akan terasa kurang, bahkan bisa menimbulkan kekacauan. Koordinasi dapat dikatakan sebagai bentuk interaksi yang wajib dilakukan oleh individu yang berada di lingkaran organisasi, atau saat menjalin hubungan dengan individu lain. Koordinasi sebaik apapun, selalu membutuhkan kepercayaan, atau trust dalam praktik kerja di dalam sebuah tim. Karenanya, kita perlu memperlakukan individu yang menjadi rekan kerja kita dengan sebaik mungkin. Agar kita dapat membangun suatu hubungan yang intens, dan harmonis. Serta bisa bekerja secara professional.

Pepatah dari Pope Francis yang perlu kita tanamkan dalam hidup, yakni: “Sebagai keluarga, hal utama yang mengikat kita adalah hubungan batin, bukan materi. Batiniah, bukan badaniah. Batiniah itu terwujud dalam sesuatu yang badaniah. Pertautan batin yang kuat menjadi dasar komunikasi yang melahirkan kasih satu sama lain, hormat satu sama lain, dan kesediaan berkorban satu sama lain. Maka, hidup setiap pribadi terarah kepada yang lain.”

Kesombongan

            Mengacu kepada tulisan Pope Francis dalam surat apostolik tanggal 24 November 2014, kesombongan merupakan penyakit persaingan dan kemuliaan fana. Orang yang terjangkit penyakit ini cenderung mengejar nama diri dan bersikap sombong. Kemuliaan fana ini bersembunyi di balik pesona atas pencapaian seseorang dalam urusan duniawi. Kemuliaan ini pun bisa terpancar dari orang-orang yang merasa hebat, dan terpandang hanya dengan menunjukkan dirinya yang terlibat dalam kehidupan sosial. Akibat yang akan diterima apabila kita mengidap penyakit ini adalah menjadikan diri kita sebagai pembohong, dan hidup dalam kepalsuan. Sebenarnya, kita tidak bisa berbuat banyak ketika sesuatu yang kita lakukan itu lahir dari motivasi egois, dan untuk menyombongkan diri. Sebaliknya, pengaruh pekerjaan akan menjadi luar biasa apabila dilakukan dengan semangat yang diiringi rendah hati untuk melayani, dan membantu sesama. Dalam arti, kita harus bisa mengutamakan orang lain saat kita beraktivitas, jangan sampai kita bekerja hanya memikirkan diri sendiri (egois). Pope Francis memberi pesan, jika kita membantu orang lain, segala persoalan yang sedang kita hadapi akan terurai, dan kita akan cepat menemukan jalan keluarnya. Adapun resep yang dapat kita coba untuk terhindar dari penyakit ini adalah dengan rendah hati, dan menganggap orang lain lebih penting daripada diri kita sendiri.