Generasi milenial kayanya udah sering banget denger ujaran “Open Minded dong!” dari hal-hal terkecil misalnya bubur diaduk jauh lebih open minded dibanding bubur yang gak diaduk. Hmm!..
Parahnya, kata open minded jadi bergeser makna, secara gak langsung jadi terdengar seperti mengejek , karena golongan yang “mengaku” dirinya open minded sangat mudah mengatakan close minded kepada orang/kelompok yang berbeda pandangan. Tendensi untuk melabeli, mengkotak-kotakan, menjudge menjadi santapan sehari-hari yang gak pernah basi, hanya karena kita yang tidak siap menghargai perbedaan.
Jika melihat media sosial seperti Instagram, Facebook, dan twitter mengenai open minded maka akan terbentuk dua kubu pro & kontra dari mulai membahas isu kata anjay, corona itu nyata atau konspirasi, cebong-kampret, dan isu-isu lainnya.
Pertanyaannya, emang ukuran open minded itu gimana sih?
Ringkasnya, kita mau mendengarkan dulu, mikirin dulu, walaupun beda pandangan, tapi gak juga karena kita ngerasa open minded semua ide itu diadopsi, gak gitu juga kali, bijaknya disaring dulu berdasarkan kebenaran yang udah kita dapatkan.
Contohnya aja ketika temen wanita kita beragama Islam memutuskan buat ngelepas hijab karena ada pemikiran jilbabin hati lebih penting, ya kita bisa tegas nolak adopsi itu. Tapi disisi lain kita mau ngedengerin dulu apa yang jadi alasan mendasar, jangan main cut dan judge. Meminjam nasihat Pramoedya Ananta Toer: “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran”.
Jangan sampai juga sih, karena ngerasa open minded sehingga alkohol, seks bebas, narkoba, gak beragama jadi sah buat dilakukan, karena ngerasa dunia ini butuh pembaharuan dari cara berpikir.
Kalaulah open minded sah seikat dengan toleransi maka garis pembatasnya adalah kita gak boleh toleransi terhadap hal intoleran. Sebenernya, kalau mau ngebahas lebih dalam tentang open minded, bahasan nya sangat luas, salah satunya dalam ber- open minded ada empati terhadap hal-hal yang berbeda meskipun kita gak pernah ngalamin hal itu.
Kalaulah open minded itu cuman jadi manisan kata, kayanya gak bakalan deh ilmu sains maju, dulu orang gak pernah tuh ngalamin pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan berbagai macam aplikasi kaya sekarang, tapi karena ada orang-orang yang menjadi segolongan open minded yang ngedukung hal-hal baru yang belum terjadi atau dikatakan gak masuk akal, maka hari ini, kita ngerasain canggihnya teknologi, Waw.
Intinya, jadi golongan open minded tuh harus mau nerima lebih dari satu pandangan dan gak nutup pandangan lain, kalau boleh minjem kata Socrates kurang lebih kaya gini All I Know Is That I Know Nothing, pengingat juga sih buat kaum muda jangan sampai ngerasa open minded jadi gak mau nerima nasihat dari yang tua, karena ngerasa semua hal itu terlalu kolot.
Dunia ini, penuh dengan keabu-abuan, evolutif. Dalam suatu isu-isu tertentu, bisa jadi seseorang/kelompok yang kita beri label “Close Minded” itu sebenarnya “Open Minded”, atau sebenarnya gak pernah ada yang “Open Minded” karena dunia terus berubah.
Akhir kata,
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.“
(QS: Al-Baqarah: 216).
Oleh : Dinny Aviati
Editor : Ka