Manusia di berbagai belahan dunia hakikatnya terlahir sebagai makhluk sosial. Hal ini menunjukan bahwa manusia membutuhkan manusia lain untuk bisa saling berinteraksi. Begitu pun dalam Islam, Al-Quran Surat Yasin ayat 36 menjelaskan bahwasanya manusia itu diciptakan untuk saling berpasang-pasangan.

Ketika manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, maka ada corak interaksi di dalamnya. Termasuk pacaran yang sedang marak dilakukan oleh kalangan muda-mudi saat ini.

Saat pandemi Covid-19 ini, banyak peristiwa yang terjadi dari berbagai sektor. Kalaulah dari sektor pendidikan kita mengenal istilah PJJ atau Pendidikan Jarak Jauh, maka dalam tulisan kali ini kepanjangan dari kata PJJ dimaknai sebagai Pacaran Jarak Jauh.

Secara definisi pacaran adalah suatu proses pertemuan dua insan dalam rangka mencocokan antara keduanya untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Namun seiring berjalannya waktu, banyak dari sepasang kekasih yang mulai berguguran, bahkan kisah demi kisah mulai hancur lebur menjadi kepingan kenangan dan serpihan rindu.

Banyak dari sejumlah pasangan kekasih yang mengharuskan untuk tidak saling bertemu terlebih daluhu akibat pandemi Covid-19 ini, sehingga mereka (sepasang kekasih) menjalani hubungan jarak jauh.

Pacaran jarak jauh (kita singkat saja menjadi: PJJ) ini sering kali dikaitkan dengan Long Distance Relationship (LDR). Sebetulnya ada perbedaan dari segi mindsetnya, kalau LDR tentu terencana dan ada kesepakatan antar kedua belah pihak.

Dalam krisis pandemi ini memaksa banyak pasangan, khususnya yang belum menikah harus terpisah jarak dan berhubungan hanya lewat ponsel saja. Maka dari itu banyak pasangan yang ternyata gagal mempertahankan hubungannya dan memilih untuk berpisah.

Ada ungkapan yang cukup viral tentunya dibuat oleh para netizen yang budiman, terkhusus dari netizen tiktok, bahwa konon katanya orang Indonesia bisa membunuh tanpa menyentuh. Ungkapan tersebut kerap kali dikaitkan dengan persoalan cinta yang bagi mereka (sepasang kekasih) baru saja putus dari hubungannya.

Bukan hanya membunuh tanpa menyentuh, namun ada ungkapan lain yang lebih ekstrim, yaitu menyayangi tanpa bertemu. Ada makna psikologis yang tersirat dalam ungkapan tersebut. Bahwa motif pacaran yang seperti itu memang tidak seharusya diberlangsungkan, karena bisa jadi hubungan yang seperti itu termasuk ke dalam kategori toxic relationship.

Seseorang yang sudah terjebak ke dalam kategori toxic relationship biasanya cenderung akan memperburuk keadaan termasuk mempunyai konflik batin dalam diri. Konflik batin yang semacam ini akan mengarah kepada depresi dan frustasi, bahkan sampai dapat menyebabkan gangguan jiwa. Pada intinya toxic relationship menyebabkan mereka yang terlibat didalamnya akan kesulitan untuk hidup produktif.

Maka ungkapan “membunuh tanpa menyentuh”, “menyayangi tanpa bertemu”, “pacaran jarak jauh” begitupun dengan “pacaran virtual” sebenarnya termasuk kedalam toxic relationship. Bagi sebagian orang barangkali tidak menyadari hal tersebut, namun ketika dikaji lebih mendalam akan ada fase dimana pacaran virtual merasa jenuh dan membosankan.

Selain itu juga ada rambu yang patut diketahui bersama untuk mengenali toxic relationship. Diantaranya adalah: sikap acuh, tidak mengakui kesalahan, selalu menyalahkan orang lain, menolak untuk mendengarkan berbagai kritik dan saran. Tentu diantara kita ada yang mengalami hal tersebut.

Jika ada yang mengalami hal tersebut, segerakanlah untuk mengakhiri hubungannya. Secara perlahan hal tersebut akan memberikan pengaruh yang cukup besar, bukannya pengaruh baik melainkan pengaruh buruk yang akan terjadi. Maka mengakhiri toxic relationship adalah merupakan keputusan yang sangat bijak, karena hal tersebut adalah bentuk cara seseorang menyayangi dirinya sendiri.

Oleh: Fadhil Azhar Permana

Editor : Rafi Tajdidul Haq